Rabu, 30 Oktober 2013

Cinta VS Waktu

SETIAP "CINTA" PUNYA WAKTU
WAKTU BUKANLAH MILIK KITA
Imam As-suyuti berkata "CINTA ADALAH PERCAMPURAN
JIWA DENGAN JIWA
SEBAGAIMANA PENCAMPURAN AIR DENGAN AIR".
Jadi CINTAku HANYA MENUNGGU PEMILIK WAKTU MENYATUKAN JIWAKU DENGAN JIWANYA PADA WAKTU YANG TEPAT.

Selasa, 29 Oktober 2013

"Foya 19thn fadilah=fatin dillah "


Kencang sang waktu berlalu
Tak mampu di perlambat lajunya
Berjalan sesuai sunnahnya
Denting pergantian waktu malam ini
Tepat kau berusia 19 tahun
Tidaklah berupa bunga
Tidak pula sebuah boneka kesukaanmu
Hanya sebait puisi yang kutulis dengan pena harapan
Hanya seuntai doa yang kupanjatkan pada Tuhan
Semoga Tuhan senantiasa mengutus malaikatnya
Untuk menjaga dan menuntun langkahmu
Semoga langkahmu berkah
Agama untuk Tuhan untuk orang tuamu
Happy Birthday Ardilla mahrik 25 Oktober 1994

Rahmatullah Andi Arno / Makassar 25.10.13

Senin, 28 Oktober 2013

SUMPAH PEMUDAH


SOEMPAH POEMUDAH

SAYA PUTRA ORANG TUA SAYA MENGAKU BERTUMPAH DARAH SATU, 
DARI KEDUANYA.

SAYA PUTRA ORANG TUA SAYA MENGAKU BERBANGSA SATU, 
BANGSA PENGABDIAN.

SAYA PUTRA ORANG TUA SAYA MENJUNJUNG MARTABAT, 
MARTABAT KELUARGA.

SAYA PUTRA ORANG TUA SAYA BERJANJI AKAN SEGERA......

***SARJANA ***

Rahmatullah Andi Arno / Makassar 28 0ktober 2013

Minggu, 27 Oktober 2013

Puisi-puisiku akan tetap bercerita tentangmu (ayah)

   Puisi ini saya dedikasikan untuk ayahandaku tercinta, beliau telah wafat pada tangal 10 september 2013. Puisi ini saya tulis menjelang 40 hari kepergiaanya. Semoga dimudahkan jalannya. Aamiin... Terimah kasih ayah..., istri dan anak-anakmu akan berusaha ikhlas dengan semua ini, seakan begitu cepat. Namun inilah pembuktian dari Tuhan. Mungkin inilah cara Tuhan mentarbiah langsung keluargamu. Inilah pembuktian bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada akhirnya. Pembuktian bahwa tidak ada yang abadi kecuali diriNya. Dialah Maha Memiliki dan semua akan kembali padaNya.

Untukmu Ayah...




Menjelang 40 hari kepergianmu. Malam ini rindu menyeruak tanpa batas. Sementara puisi-puisiku tergeletak menangis menceritakan tentang satu kerinduan yang panjang. Sebab duka-duka puisiku lahir dari dukamu. Duka telah melahirkan kita menjadi makhluk terkapar dalam kesedihan.



Ku kenang tetesan keringatmu, kekar bahumu yang senantiasa menopang rumah tanggamu. Tak sedikitpun mimik lelah diwajahmu.

Selalu ku kenang .... !!!

Banyak yang harus ku kenang tentangmu, 24 tahun engkau mendidikku. Mulai cara berdiri, melangkah, berjalan hingga berlari.

Belum sempat aku menyembuhkan dukamu, engkau begitu tega meninggalkanku. Itu yang membuatku tertatih, berdiri pun ku tak mampu. Bagaimana aku mampu melangkah, berjalan hingga berlari seperti yang telah engkau ajarkan kepadaku ?

Kepergianmu adalah tarbiah berharga yang tidak kudapatkan di bangku sekolah. sebuah petanda bahwa tidak adanya keabadian di dunia ini.

Percayalah, ada selimut cinta yang mengharomonikan kisah dan masa depan di meja Tuhan. Bukankah kita akan memasuki ruang sidang Tuhan?. Semoga pintu-pintu ridho dibuka dan dicahayakn para malaikat, takdir akan menjelma aroma yang dinantikan. Akan kubentangkan sajadah panjang sebagai jembatan yang akan mempertemukan kita kelak.

Malam ini kucoba mengikhlaskan kepergianmu.
Sebab puisi-puisiku akan tetap bercerita tentangmu.

Rahmatullah Andi Arno / on oktober 2013

Syair Al Hallaj

Aku adalah Dia yang kucinta.
Dan Dia yang kucinta adalah aku.
Kami adalah dua  jiwa yang bertempat dalam satu tubuh.
Jika engkau lihat aku, engkau lihat Dia.
dan engkau lihat Dia, engkau lihat aku.

Maha suci zat yang sifat kemanusiaanNya.
Membukakan rahasia cahaya ketuhananNya yang gemilang.
Kemudian kelihatan baginya makhluNya.
Dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum.

JiwaMu disatukan dengan jiwaku.
Sebagaimana anggur disatukan dengan air murni.
Jika sesuatu menyentuh engkau,
Ia menyentuhku pula
dan ketika itu dalam tiap hal engkau adalah aku.
Aku ada adalah rahasia yang Maha Benar,
dan bukanlah yang Maha Benar itu aku.
Aku hanya satu dari yang benar, maka bedakanlah antara kami

Sebelumnya tidak mendahuluinya, setelah tidak menyelaNya, daripada tidak bersaing dengan Dia dalam hal keterdahuluan, dia tidak mendiami Dia, kala tidak menghentikan Dia, jika tidak berunding dengan Dia, Atas tidak membayangi Dia, di bawah tidak menyangga dia, sebaliknya tidak menghadapiNya, dengan tidak menekan dia, dibalik tidak mengikat dia, didepan tidak membatasi dia, terdahulu tidak memari dia, dibelakang tidak membuat dia luruh, semua tidak menyatukan dia, ada tidak memunculkan dia, tidak ada tidak membuat Dia lenyap, penyembunyian tidak menyelubungi Dia, pra-eksistensi-Nya mendahului waktu, adanya Dia mendahului yang belum ada, kekalahanNya mendahului adanya batas.

Di dalam kemuliaan tiada aku,
atau engkau atau kita,
Aku, Kita, Engkau dan Dia seluruhnya menyatu

Sabtu, 26 Oktober 2013

Jalanan dan Aku “Bocah Jalanan” di antara kalian


Diantara ganasnya suara-suara kenalpot kuda besi
Diantara angkuhnya terik mentari …
Diantara kalian…
Aku bersenandung mengharap belas kasihmu
Tahukah kalian…?
Aku terbiasa berpakaian debu bertopi asap kenalpot
Pergantian Lampu merah adalah irama semangatku
Sebab jalanan adalah tempatku menggantungkan nasib
Aku bukanlah keparat ...
Aku memang melarat …
Aku masih punya martabat …
Maukah kalian mendengar keluh kesahku ?
Maukah kalian mendengar kesakitanku ?
Maukah kalian mendengar jerit tangisku ?
Wahai kaum berdasi …
Maukah kalian mendengar semua itu … ?
Saya yakin kalian tidak punya waktu …
Sebab mendengar senandung petikan kecapiku pun kalian ogah

Rahmatullah Andi Arno / Makassar 10 Oktober 2013

Generasi Terabaikan (Bocah Jalanan)


Aku adalah generasi terabaikan
Yang berkelana dalam sesak realita
Nyanyianku bukanlah nyanyian kemunafikan
Sebab tangga nadaku tidaklah bertahta

Aku adalah generasi terabaikan
Selalu kesepian dalam keramaian
Lewat nyanyian sumbang, ku mengharap belas kasih
Dari manusia-manusia egois yang begitu bengis

Aku adalah generasi terabaikan
Kecil, kurus dan kumuh
Entah apa yang kupikirkan
Sebab mimpiku begitu keruh

Aku adalah generasi terabaiakan
Seakan aku telah melupakan impian
Pikiranku hanya untuk hari ini
Sebab jalan esok belum tentu kutapaki

Aku adalah generasi terabaikan
Berteman lapar dan kehausan
Hidup di negeri yang katanya subur
Disanalah aku mati terkubur
Rahmatullah Andi Arno / Makassar 08 Oktober 2013