Di dalam kitab Bahjah
al-majalis yang ditulisnya, Ibnu Abdil Barr menyatakan bahwa Cinta adalah kepuasan yang diciptakan dalam roh. Cinta adalah
hakikat arti dari apa yang dihasilkan oleh semburat cahaya bintang-bintang.
Cinta selalu disambut oleh roh dengan segala kelembutan esensinya. Seorang laki-laki badui pernah berkata bahwa
cinta adalah sahabat bagi jiwa dan teman bicara yang baik bagi akal. Cinta
disembunyikan oleh hati dan dilayani oleh segenap panca indera. Bahkan hakikat
cinta adalah gerakan jiwa yang mencintai terhadap yang dicintainya.
Abdillah ibn Thahir yang
menjabat sebagai gubernur kurasan pernah berkata kepada anak-anaknya : “Rasakanlah
cinta, niscaya kalian akan berjaya, dan jagalah kehormatan, niscaya kalian akan
mulia”.
Setelah mendengar beberapa penuturan
beberapa ahli Balaghah, Qudamah lalu berkata: cinta dapat membuat pengucut
menjadi pemberani, orang kedekut menjadi dermawan, menjernihkan pikiran seorang
pander, membuat lidah orang tolol menjadi petah, menguatkan tekat orang lemah,
menundukkan keperkasaan para raja, serta menampakkan kehebatan para pemberani.
Cinta adalah penyeru ke arah tata krama serta menjadi gerbang utama membuat
pikiran dan kecerdasan. Kepada cintalah segalah kegundahan menjadi tenang,
sebagaimana akhlak dan watak akan menjadi tertata. Cinta akan membuat siapapun yang mendekatinya akan merasa gembira dan
akan menyayangi siapapun yang bersahabat dengannya. Cintalah yang memiliki
ketentraman yang mampu merasuk kedalam jiwa, sebagaimana ia pula yang memiliki
kesenangan yang akan bersemayam di dalam kalbu.
Al-Marzubani
berkata bahwa pada suatu ketika abu Naufal pernah ditanya oleh seseorang; “
apakah seseorang bisa menghindar dari cinta?” Abu Naufal lalu menjawab ; “ bisa
! asalkan dia orang yang hatinya keras, sikapnya kasar, tidak memiliki
kelebihan apapun dan otaknya tumpul. Ali ibn Abdah berkata : “ tidaklah mungkin
seseorang sanggup menghindar dari cinta, kecuali yang bersangkutan adalah orang
yang kasar, kurang waras akalnya, tidak mempunyai gairah hidup atau memiliki
tabiat yang menyimpang.”
Dikisahkan bahwa fudhail menemui putrinya yang sedang sakit. Putrinya bertanya; “Wahayai ayah, apakah engkau mencintaiku?”
Dikisahkan bahwa fudhail menemui putrinya yang sedang sakit. Putrinya bertanya; “Wahayai ayah, apakah engkau mencintaiku?”
Fudhail menjawab : “Ya…”
Tapi putrinya langsung menukas :” Tiada Tuhan selain
Allah, Demi Allah aku tidak menyangka engkau memiliki sikap seperti itu, dan
juga aku tidak menyangka engkau bisa mencintai seseorang di samping kecintaanmu
kepada Allah. oleh sebab itu, tunggalkanlah Allah dalam cinta dan cukuplah
untukku kasih sayangmu, atau hendaklah cintamu kepadaku itu adalah sebagai
cinta karena rasa kasih sayang yang telah disematkan oleh Allah didalam hati
seorang ayah kepada anaknya, bukan cinta disamping cintanya kepada allah.
Dengan kata lain hendaknya kecintaan kepada Allah lebih tinggi dan diatas
segala-galanya daripada sesuatu yang lain. Karena Allah mempunyai hak untuk
dicintai dengan cinta yang tidak boleh ada sekutu selain-NYA di dalam cinta itu.
Dan kezaliman yang paling zalim adalah meletakkan cinta itu bukan pada
tempatnya dan menyekutukan Allah dengan yang selain Dia didalam Cinta itu”.
Ketahuilah Allah maha tinggi dari apa yang mereka
persekutukan….
Orang cerdas dalam bercinta ialah orang yang mampu menempatkan cintainya kepada Allah di atas segala-galanya.
BalasHapus